Ia merekah dan gugur pada waktu yang sama.
Ia tumbuh di pekarangan gersang yang kau tinggalkan.
Ia menanti, terus menanti walau hatimu tak pernah pasti.
Ia bicara walau kau tak mendengarkannya.
Ia memperhatikan walau kau tak peduli terhadapnya.
Ia memberi, terus memberi walau kau tak pernah membalasnya.
Ia merekah dan gugur pada saat yang sama.
Saat kau sentuh hatinya tanpa cinta.
Adn's Journey
"Dan mawar-mawar itu merekah tanpa keraguan, karena ia hidup atas Rahmat Tuhan"
Sabtu, 29 Juni 2013
Bunga yang Tak Pernah Kekal
Biarkan
mereka bermain, biarkan mereka bersenang-senang. Merasa hatinya
berbunga-bunga saat bertegur sapa. Biarkan hari-harinya diliputi rasa yg
luar biasa, kaupun pernah merasa demikian bukan? Biarkan saja
bunga-bunga di hati mereka terus bermekaran, hingga kelak ia sadar,
dimana ia harus menjatuhkan pilihan.
Senin, 03 Juni 2013
Mestinya
Mestinya ini menjadi hal yang sederhana tuk diterima,
Mestinya tak begitu susah jika memang begitulah fakta yang ada,
Mestinya tak menjadi masalah apabila demikian rencana Tuhan kita.
Lalu mengapa mengeluhkannya?
Mengapa menangisinya?
Mengapa masih bertahan di tempatnya?
Tempat yang semestinya bukan milik kita..
Lihat ia,
Senyumnya merekah meski kau tak di sana
Lihat ia,
Hidupnya terus berjalan meski kau tak bersamanya
Lihat ia,
Hatinya tetap gembira meski kau tak demikian
Mestinya ini menjadi hal sederhana tuk dilupakan
Mestinya tak begitu susah mengabaikan jika memang begitulah fakta yang ada
Mestinya tak menjadi masalah apabila dmikian rencana Tuhan
Berhenti melihatnya,
Tak bisakah kau pahami, dirinya bukan untukmu?
Berhenti memikirkannya,
Tak bisakah kau mengerti, ia mungkin tak memikirkan hatimu?
Berhenti mengaharapkannya,
Tak bisakah kau terima, Tuhan memiliki rencana yang indah untukmu?
Pergilah, cari tempat baru yang kan mampu menerima segala keadaanmu,
Biarkan hatimu sesekali mengiba, aku tau ia pasti lara
Tapi jangan biarkan jiwamu kikis, terkoyak oleh tangis
Mestinya tak begitu susah jika memang begitulah fakta yang ada,
Mestinya tak menjadi masalah apabila demikian rencana Tuhan kita.
Lalu mengapa mengeluhkannya?
Mengapa menangisinya?
Mengapa masih bertahan di tempatnya?
Tempat yang semestinya bukan milik kita..
Lihat ia,
Senyumnya merekah meski kau tak di sana
Lihat ia,
Hidupnya terus berjalan meski kau tak bersamanya
Lihat ia,
Hatinya tetap gembira meski kau tak demikian
Mestinya ini menjadi hal sederhana tuk dilupakan
Mestinya tak begitu susah mengabaikan jika memang begitulah fakta yang ada
Mestinya tak menjadi masalah apabila dmikian rencana Tuhan
Berhenti melihatnya,Tak bisakah kau pahami, dirinya bukan untukmu?
Berhenti memikirkannya,
Tak bisakah kau mengerti, ia mungkin tak memikirkan hatimu?
Berhenti mengaharapkannya,
Tak bisakah kau terima, Tuhan memiliki rencana yang indah untukmu?
Pergilah, cari tempat baru yang kan mampu menerima segala keadaanmu,
Biarkan hatimu sesekali mengiba, aku tau ia pasti lara
Tapi jangan biarkan jiwamu kikis, terkoyak oleh tangis
Kamis, 18 April 2013
Aku jatuh cinta dan terluka di saat yang sama
Aku jatuh cinta padanya..
Pada seseorang yang senyumnya istimewa
Pada seseorang yang lakunya berwibawa
Pada seseorang yang tuturnya sederhana
Aku jatuh cinta padanya..
Pada seseorang yang candanya hangatkan suasana
Pada seseorang yang sapanya selalu ceria
Pada seseorang yang nasihatnya bijaksana
Aku tak tau mengapa ia..
Mengapa aku mengaguminya
Mengapa aku merindukannya
Mengapa aku mengharapkannya
Meski..
Sesekali waktu aku cemburu
Meski..
Kini ia menjauh
Meski terluka hatiku..
Aku jatuh cinta dan terluka di saat yang sama
Saat mengenal dirinya.
Pada seseorang yang senyumnya istimewa
Pada seseorang yang lakunya berwibawa
Pada seseorang yang tuturnya sederhana
Aku jatuh cinta padanya..
Pada seseorang yang candanya hangatkan suasana
Pada seseorang yang sapanya selalu ceria
Pada seseorang yang nasihatnya bijaksana
Aku tak tau mengapa ia..
Mengapa aku mengaguminya
Mengapa aku merindukannya
Mengapa aku mengharapkannya
Meski..
Sesekali waktu aku cemburu
Meski..
Kini ia menjauh
Meski terluka hatiku..
Aku jatuh cinta dan terluka di saat yang sama
Saat mengenal dirinya.
Untukmu Setiaku
Ketika ku sapa senja di hadapan
mu, yang memikat hati dengan syahdu dan lirih, membelai nurani. Ku temukan
damai yang berhembus bersama nyiur di pesisir rindu ku. Andai penantian selalu
seindah ini, tak ku penggal kesetiaan ini untuk mu.
Wahai fulan di tepian langit
senja, dapatkah kau dengar bisik rinduku? Dapatkah kau rasakan setiaku? Dalam
diam mencintai dan mengagumi fitrah mu. Tak menuntutmu tuk menyanjung setia ku.
Wahai fulan, barisan doa dan
untaian sapa selalu terucap dari lisanku untuk mu. Jika Tuhan berkenan
mengabulkan pintaku, jika takdirku adalah dirimu. Masihkah kau acuh pada ku?
Aku terpaku menghayalkanmu,
tenggelam dalam imajinasiku, seungguh cinta ini tak dapat dimengerti. Semerbak
mawar memenuhi taman gersang, kau sirami hati ini dengan sesuatu yang tak dapat
ku pahami.
Mungkinkah bagiku tuk selalu
melihat senyummu? Senyum sederhana yang selalu ku tunggu. Wahai fulan, kau tak
perlu mempertanyakan kesetiaan. Aku hanya menyisipkan satu nama untuk menjaga
relung hatiku, ialah kamu.
Bila tiba saatnya takdir
berbicara, bila saatnya kita tak mungkin bersama, aku masihkan tetap setia
menjaganya dalam doa. Cukuplah kini kau dan aku tak saling mengerti apa yang
dibicarakan hati.
Wahai fulan, lihatlah mentari
yang tak selamanya bertahta di langit Timur. Namun bukan berarti ia terus
pergi. Wahai fulan, bukankah bintang tak selamanya terang?
Mere itu ibaratnya setiaku, walau
tak dapat selalu terlihat..namun tetap selalu ada di langit sana .
Entah tuk berapa lama.
Dan ujung senja ini, memikatku
kembali tuk menyapa paras lembutmu yang selalu menghiasi ruang hayalku.
Wahai fulan, untukmu setia ku.
Senin, 19 November 2012
Jepret^jepret Osmajur
Lagi senam pagi niih..ngikut?? yuk capcuss.. :D
Ini ngapain coba?? Bermesraan bertiga.heheh peace kawan
ayoo aaakkkk... #nyuapin ala ibuk
ini dia..pegawai" belakang panggung wkwkwk
Jajaran pengurus HMJ PGMI IAIN SA 2011-2012
SEMANGAT YA !!! ^_^"
1/3 Malam ; Dia Untuk Ku
Masih pukul 3 dini hari. Mentari pun belum bertahta di peraduannya. Bahkan daun-daun hijau di buritan rumah masih kedinginan, bermandikan tetesan embun. Enggan sekali jika erpaksa bangun dari mimpi yang menyemai keindahan di kala malam hanya untuk kejar target yang katanya.. “orang bias kaya kalo rutin bangun lebih pagi dari ayam, atau cepet dapat jodoh kalo sesenggukan tengah malam.” Lah… lah… lah, yjadinya ibadah kejar setoran itu mah.
Tapi kali ini sedikit berbeda, kesannya jadi lebih pengen cepet-cepet membasuh raga dengan air wudhu dan segera sujud bersimpuh pada Empu-Nya alam semesta, walau udara lagi dingin-dinginnya. Maklumlah kawan, hati lagi “Galau” kata anak jaman sekarang nyebutnya begitu. Alasannya, siang tadi liat doi lagi asyik ngobrol ama “Rumput Tetangga”. Ditambah lagi, teguran dari ayah bunda tentang nilai kuliah yang makin merosot. Dan beberapa teman pasang wajah BM (baca Bad Mood), hmmm. Lengkaplah sudah galaunya pikiran ini. Belum lagi, berondongan kata-kata sarat nasihat pun tak hentinya diboyong oleh sang ayah tercinta. Yaa… harusnya itu mah biasa. Namanya juga orang tua, pasti pengen donk anaknya ga’ kesaingi oleh anak-anak tetangga sebelah. Biar dicap sebagai orang tua yang berhasil gitu. Okelah okelah.. fine.
Dengan sempoyongan karena masih ngantuk, akhirnya basah juga kulit ini oleh guyuran wudhu pertamaku pagi ini. Ku nikmati 1/3 malam itu untuk berkeluh. Tentang apa saja, apapun yang terlintas dalam hati dan pikiran. Kali ini, hati yang lebih banyak berbicara. Karena lisan tak mampu mereplika kata-kata yang makjleb untuk diucap.
Sepanjang keluhan, muncul pertanyaan-pertanyaan yang entah seperti apa akan terjawab. Tentang siapa jodoh, jadi apa selepas kuliah, seberapa lama aku diberi nyawa?. Yang jelas, pertanyaan-pertanyaan itu ga’ bakal kejawab kalo belum waktunya. Iya kan kawan?. Renungan berakhir saat ta’mir masjid mengumandangkan adzan shubuh dengan suara nyaringnya yang khas dan rutin terdengar tiap 5x sehari.
Ku ambil sajadah, dan beranjak pergi berjama’ah. Sepulangnya, sambil jalan, ku nikmati panorama langit kala shubuh. Subhanallah, bermandikan sisa purnama hari itu. Dan sedikit kedamaian ku rasakan dari relung hati yang penat akan hiruk pikuk urusan duniawi. Situasi ini, setidaknya cukup untuk merefresh segala memori yang terlampau stress dengan pikiran yang bejibun ga’ karuan.
HP berdering, beberapa pesan masuk yang terabaikan, dan salah satunya dari dia. Maklumlah, lagi ga’ ada niat untuk membalas. Walhasil, ku non aktifkan HP. Masalah? Sepertinya biasa saja. Di dapur, selayaknya anak perempuan yang lain. Ku sempatkan bantu-bantu ibu, wajar kan?. Yaa.. walaupun Cuma kebagian sesi kupas-kupas bawang, potong-potong sayuran atau bolak-balikin gorengan. Ibu yang sedari tadi diam, akhirnya memulai pembicaraan. “Anaknya Mbak Wit (temen ibu ku) yang perawat itu minggu depan nikahan sama polisi, tetangganya Ustadz Amir kemarin lamaran ama TNI, nah ponakannya Dhe Rifah denger-denger dah resepsi sama anak pejabat. Ko’ enak-enak gitu yah nduk jodohnya.” Curhat ibu, yang pada intinya ingin aku seperti mereka. Dengan enteng ku jawab.. “Bu’,,, ga’ semua yang kaya begitu tuh mesti enak hidupnya. Misalnya aja nih, jadi istri polisi. Kalo polisinya maen serong kanan kiri kan rumah tangga ga’ karuan, terus kalo TNI, lagi dines tiba-tiba kenak dor & mati, akhirnya menjanda apa lagi anak pejabat, hari gini bu’ pejabat ga’ korupsi ituh jarang sekali. Makan uang rakyat, wah bias malu 7 turunan bu’.hehehe”
Ibu cekikian mendengar jawabanku sembari mengelus kepalaku dan kembali berkata “kamu nih, paling bisah deh kalo ngeles. Emang mbak maunya dapet jodoh yang kaya apa?’ secepat kilat ku jawab “masih belum kepikiran bu’.” Padahal hati dah kelabakan pengen nyebutin macem-macem criteria : ya yang sholeh, enak dilihat, apa adanya, jujur, adil, bijaksana, ramah, setia, ngerti keluarga, baik hati, dan lain sebagainya. Byuh..byuh.., anak siapa yah yang seperti itu?.
Jam menunjukkan pukul 05.40 WIB. Waktunya mandi, buru-buru melahap sepotong roti dan pergi. Walaupun pesen ayah hati-hati, tetep aja di jalan kebut-kebutan. Maklum lah, uber-uberan ma macetnya jalan. Di parkiran kampus, motor doi udah terparkir anteng lengkap dengan helm silver berlogo “I”. tapi hari ini temanya lagi cuek. Jadi yaaa… EGP gitu. Eh ya, perlu diketahui yah, ga’ ada hubungan special antara saya dan dia. Hanya saja, saya terlanjur kagum dan ngefans. Mendadak gerogi, jalan sendiri ke kelas. Takutnya papas an terus jadi salting. Alhasil, jalan ala maling. Sembunyi-sembunyi gitu.
Niatnya emang ga’ pengen ketemu hari ini, tapi setan-setan pada berisik ngomporin aku wat clingukan nyari dia. Berhubung yang dicari ga’ muncul juga, jadilah aku pulang dengan perasaan yang ga’ karuan. Dalam piker yang amat panjang, ku putuskan. Mulai hari itu aku tak kan lagi berhubungan dengannya serta tidak menghiraukan apapun tentang dia. Mulanya memang susah, tapi setelah beberapa lama nyatanya aku jadi terbiasa. Hanya panjatan doa yang senantiasa ku haturkan lewat isyarat tak bernada. Dalam penantian, yang begitu panjang. Sederhana saja, aku selalu berucap “jika dia untuk ku maka dekatkanlah, tapi jika bukan berilah aku keikhlasan dan jauhkan kami dari godaan setan”. Sebuah doa yang wajar.
Teman, mungkin ada yang bertanya-tanya seperti apakah dia?. Lain mata, lain cerita. Tapi apapun iti bagi ku dialah yang impikan. Dia sholeh, enak dilihat, apa adanya, jujur, adil, bijaksana, ramah, setia, ngerti keluarga, baik hati, dan yang penting dia mampu membuatku menunggu. Seseorang yang sederhana, dengan senyum yang sederhana namun bagiku dia istimewa. Bagaikan mutiara yang tersimpan dalam kerang dan jauh di dasar laut. Entah siapa yang kan mampu menjamahnya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu mendekatkan diri pada Ridho Ilahi.
Itulah dia di mataku, dan tanpa terasa aku telah mengaguminya begitu lama. Tanpa bertatap muka, tanpa berkomunikasi selama itu. Dan aku masih selalu mengaguminya hingga kini. Karena begitu lama tak mengetahui tentangnya, aku merasa rindu. Rindu kesederhanaanya, rindu senyumnya dan rindu tuk bisa menyaksikan ketenangan sikapnya. Tapi biarlah hanya aku dan Dia yang tau. Aku memang sengaja menjauh untuk menghindari ketidak ridhoan Allah terhadapku.
Maka suatu ketika, kala rindu mencapai puncaknya, di penghujung malam ssebagaimana biasa. Saat derai hujan menemani keluhku pada Nya. Aku benar-benar meminta, dengan linangan air mata yang jatuh apa adanya. Sebagaimana Hawa merindukan Adam, aku mengucap “Yaa Allah, yang maha Berkuasa atas dalamnya hati.. aku telah cukup lama menanti. Aku meminta seperti apa lagi, Kau pasti lebih tau hatiku. Yaa Allah yang Maha pengasih, halalkan dia untk hamba, agar sempurna langkahku di jalan Mu. Aku tak butuh sosok rupawan bagaikan Yusuf a.s, atau hartawan bagai Sulaiman a.s, aku hanya minta dia sebagai imam dalam hidupku kelak. Ampuni jika doaku memaksa. Yaa Allah, hanya pada Mu aku mengatakanya. Bahwa aku sungguh ikhlas menyayangi dan menerimanya. Maka izinkan aku hidup bersamanya.”
Doa itulah kawan, yang rutin muncul tiap 5 waktu dan 1/3 malam terakhir. Setiap saat, sepanjang waktu sejak saat itu dan bertahun-tahun kemudian. Walau pada akhirnya wisuda memaksa kami tak lagi bernaung dalam institusi yang sama, doa ku tetap begitu, tak berubah, tetap meminta dia yang sekarang entah dimana dan seperti apa.
Sesekali aku menanyakan kabarnya pada teman, pun mereka telah lama tak berhubungan. Ku hubungi nomer yang masih tersimpan, ternyata sudah kadaluarsa tak terpakai. Dan hanya ku hela napas panjang. Memikirkan kembali semua kenangan. Tetap tak kutemukan dia dimana. Tiba-tiba bisikan lembut dari dalam hati meyakinkan diri, :dia di sana, di hatimu. Dan akan tetap di sana hingga saatnya tiba.”
Usiaku 25 tahun sekarang, dan aku masih tetap menunggunya. Masih saja mencintainya seperti bertahun-tahun lalu. Ayah dan ibuku yang mulai beruban kini lebih sering menanyakan kapan anak gadis sulungnya ini naik pelaminan, dan aku hanya selalu mengatakan agar mereka bersabar sembari tersenym datar.
Yaa, kau tau teman. Aku menunggunya begitu lama dan entah berapa lam lagi tuk ku menunggu walaupun ia tak tau. Ku putuskan merantau keluar kota. Di ujung kota, sebuah desa terpencil yang masih kurang pendidikannya. Aku tinggal dan mengabdi di sana, belum lama. Masih berumur 6 bulan di sana. Dan telfon dari nomor rumah mengejutkan ku yang sedang mengajar kala itu. Ibu dan ayah meminta aku pulan segera. Setidaknya dalam 2 hari berikutnya aku sudah di rumah. Dengan penuh tanda Tanya di pikiranku, ku tutup telpon itu. Dan melanjutkan aktifitas. Seraya berpamitan pada anak-anak didik di sana tuk izin beberapa hari atau mungkin beberapa bulan. Esoknya, seusai shubuh. Ku tinggalkan tempat bernaungku tuk kembali ke rumah memenuhi panggilan orang tua. Hampir 8 jam perjalanan dari desa itu menuju rumahku dngan transportasi darat. Setiba di rumah, ibu dan ayah tidak menceritakan apapun pada ku. Mereka hanya memintaku mandi, sholat lalu istirahat.
Malam hari, barulah mereka memintaku duduk di ruang tengah tuk mendengarkan alas an mereka memintaku bergegas pulang. “2 hari lalu, seseorang dating kemari. Dia datang tuk meminangmu. Ayah dan ibu rasa dia orang yang baik. Dan dia tepat untukmu nak. Lagi pula sudah terlalu lama kamu menunda untuk menikah dengan berbagai alasan. Kami takut Allah memanggil kami sebelum sempat melihatmu naik ke pelaminan” tutur ayah. “ibu dan ayah sepakat tuk menerimanya. Dan besok pagi, insyaallah dia akan kembali bersama orang tuanya.” Sahut ibu. Yang seketika itu membuatku terpatung membisu. Shock tak karuan wujudnya. Dengan perasaan sedih dan kecewa serta bercampur sedikit amarah aku berkata “ayah dan ibu ini apa-apan? Soal pernikahankan bukan hal yang mudah. Salah langkah bisa jadi neraka. Kenapa ayah dan ibu ga’ Tanya dulu sama aku? Kenapa langsung di iyakan?. Bagaimana kalau dia bukan orang baik-baik seperti dugaan ayah dan ibu?” aku menangis dan berlari ke kamar. Malam itu, rasanya aku tak ingin hidup tuk sesaat. Ayah dan ibu yang mengerti perasaanku membiarkan aku sendiri tanpa menggangguku sama sekali. Aku menangis sejadinya, sesenggukan semalaman. Hingga adzan shubuh ta’mir masjid dekat rumahku kembali terdengar. Aku bangkit dari kasur dengan wajah kusut dan mata berkantung-kantung efek dari tangisan semalam. Ku ambil wudhu dan kembali ke kamar. Ku laksanakan shubuh itu penuh haru. Aku pasrah pada apa yang kan terjadi nantinya. Detik itu pun, aku masih saja meminta “Yaa Allah, yang maha Berkuasa atas dalamnya hati.. aku telah cukup lama menanti. Aku meminta seperti apa lagi, Kau pasti lebih tau hatiku. Yaa Allah yang Maha pengasih, halalkan dia untk hamba, agar sempurna langkahku di jalan Mu. Aku tak butuh sosok rupawan bagaikan Yusuf a.s, atau hartawan bagai Sulaiman a.s, aku hanya minta dia sebagai imam dalam hidupku kelak. Ampuni jika doaku memaksa. Yaa Allah, hanya pada Mu aku mengatakanya. Bahwa aku sungguh ikhlas menyayangi dan menerimanya. Maka izinkan aku hidup bersamanya.” Masih saja mengharapkan dia. Lalu aku diam, mengenang beberapasaat kala aku menatapnya tanpa sengaja, senyum sederhananya yang sampai kini tak terlihat lagi. Aku pergi mandi, berdandan ala kadarnya dengan tangis yang masih sesenggukan.
Pukul 9 pagi minggu itu, ibu mengetuk kamarku. Memintaku keluar dan menemui tamu yang baru saja masuk dalam rumah. Saat itu pun aku masih mengharapkannya. Ibu memeluk ku erat. Menatapku dengan senyum. Dan menuntunku keluar kamar. Langkah terasa berat, lorong rumah pun terasa sepanjang tembok China. Aku berjalan dengan kepala tertuduk tanpa berniat mengangkatnya sedikitpun.
Mataku masih sembab, dan ibu mendudukkan ku diantara ayah dan ibu. “ini putri kami, mohon maaf masih lesu. Mungkin masih capek karena baru pulang dari rantau kemarin” ucap ayahku mencairkan suasana. 3 orang di hadapanku itu nampaknya sibuk memperhatikan wajahku yang sedari tadi tertunduk. Ibu memintaku mengucap salam pada mereka. Dan kuucap itu tanpa irama. Dalam pembicaraan yang panjang menit-menit berikutnya, aku tetap tertunduk dan membayangkan senyum sederhana milik seseorang diluar sana. Tak lama kemudian, ibu dan ayah mengisyaratkan agar aku menegakkan kepala agar mereka bisa mengenaliku. Perlahan ku angkat kepala walau dengan terpaksa. Ku amati detail ujung kaki orang di hadapanku ini. Semakin keatas, dan terhenti di pandanganku terhadap senyum itu. Hey, sepertinya aku mengenalinya. Aku pernah melihat senyum itu sebelumnya.
Dan, ya memang itu lah senyum yang aku tunggu selama ini. Sekarang, dia benar-benar di sini. Dengan hati terkejut, haru dan bahagia. Ku sematkan senyum penuh takjub di bibirku.
Butiran air mata membasahi wajah, aku mengenalinya. Dia di dini, apa dia benar-benar di sini? Dia tersenyum padaku. Dan senyumnya masih sperti dulu. Aku bahagia bercampur haru, bagaimana bisa? Entahlah. Tapi dia benar-benar nyata. Dia datang pada orang tua ku tuk memintaku dan beberapa waktu kemudian kami dihalalkan dalam ikatan suci layaknya Muhammad dan Khodijah. Aku bahagia tak terkira. Tuhan mengijabah doaku. Dia benar-benar untuk ku.
Hak Asasi Manusia Milik Semua Individu
Permasalahan yang tidak pernah lekang oleh waktu salah satunya ialah mengenai Hak Asasi manusia (HAM). Pada dasarnya Hak Asasi Manusia ini merupakan hak dasar yang dimiliki seseorang semenjak ia dilahirkan dan merupakan pemberian dari Tuhan. Sehingga apapun bentuknya, Hak Asasi Manusia harus tetap dihargai oleh masing-masing individu atau kelompok terhadap sesamanya.
Termasuk penegakan Hak Asasi Manusia bagi para terpidana (Narapidana) yang tengah berada dalam hukum. Perayaan Natal (hari raya umat Kristen) tahun ini, Kementrian Hukum dan HAM Jakarta memberikan hadiah bagi para Narapidana yang memeluk agama Kristen yakni dengan memberi remisi (Pengurangan masa tahanan).
Tentunya selain untuk merayakan Natal, remisi tersebut kiranya juga sebagai pembuktian bahwa setiap orang berhak mendapatkan haknya masing-masing. Di sisi lain, pemberian remisi ini juga sebagai motivator bagi narapidana agar berperilaku lebih baik lagi. Apapun caranya, selam itu positif menurut saya penegakan HAM itu sah-sah saja. Toh, kita memang tidak akan mau apabila hak-hak kita dikekang oleh orang lain.
Di Indonesia sendiri memang terdapat representative dari penegakan Hak Asasi Manusia yakni dengan adanya lembaga yang mengurusi hak asasi manusia atau yang kita kenal sebagai Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Hak asasi sendiri mencakup hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, kebebasan memeluk agama yang diyakini dan penghidupan yang layak. Yang mana pemerintah memiliki andil dalam pemenuhan Hak asasi tersebut. Karena Negara memiliki Undang-Undang yang mengatur mengenai hak bagi setiap warga Negara, salah satunya yang telah tersebutkan di atas. Pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia sudah semestinya mendapakan sanksi sesuai peraturan pendundang-undangan atau minimal menjalani proses pengadilan.
Namun demikian, seperti yang banyak tampak dalam lintas pandangan kita bahwa masih banyak saudara-saudara kita diluar sana yang belum dapat terpenuhi hak asasinya. Banyak diskriminasi terhadap suatu suku yang mungkin memiliki corak berbeda dengan yang lain, banyak yang belum mendapatkan penghidupan yang layak, banyak yang masih menarik napas dalam keadaan yang sungguh menekan.
Salah satu langkah Kementrian Hukum dan HAM tersebut diatas mungkin sedikit melonggarkan bagi mereka yang selama ini merasa terkekang kebebasannya karena harus mendekap dalam penjara, pemberian remisi dinilai cukup melegakan bagi mereka yang menjalani masa hukuman.
Sebagai generasi muda penopang bangsa maka seharusnya kita mulai memikirkan, mencari jalan eluar dan melaksanakan hal-hal yang sekiranya kita sanggup untuk sedikit membantu menegakkan keadilan Hak Asasi Manusia bagi saudara-saudara kita yang tidak sanggup membebaskan HAMnya dari jerat berbagai diskriminasi. Perlu kita canangkan apa saja yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk menopang semua kegoncangan dan carut-marut penegakan HAM ini. Tidak harus menjadi akivis HAM yang dikenal banyak orang, namun cukup dengan menghargai adanya Hak Asasi Manusia bagi sesame kita sebagai langkah awal, niscaya kesenjangan HAM tersebut dapat kita kurangi.
What's Up PGMI?
UP DATE INFO HMJ_PGMI yuuuuks?????
Hmmmm....!!
HMJ-PGMI FT IAIN SA punya agenda kegiatan rutinan mingguan yang bisa diikuti oleh Semua Warga PGMI tidak hanya pengurus aja lhoo... tapi semua teman2 berhak untuk ikut...
Hayooo tebak kira2 ada kegiatan apa saja ya..!!
1. Defisi intelektual ada kegiatan:
· Study Club Bhs Inggris 1 minggu sekali, waktunya: Selasa, Jam: 15.00
· Kajian Intelektual, 2 minggu sekali, waktunya: rabu, Jam 15.00
2. Defisi Kesenian dan Kebudayaan ada kegiatan:
· Nge-Band dn Latian kesenian dari flanel, 1 minggu sekali, waktunya: kamis jam 15.00-selesai, (Jika minggu pertama nge-band minggu kedua latian kesenian flanel)
3. Defisi Kesehatan dan olahraga ada kegiatan:
· Latihan Footsal, Badminton, Renang dll, 1 1 minggu sekali, waktunya: Sabtu Jam 06.00
4. Defisi Keagamaan ada kegiatan:
· Khotmil Qur’an 1 bulan Sekali (awal bulan/ kondisional)
5. Definisi Jurnalistik ada kegiatan:
· Mading terbit 1 bulan sekali.
6. Defisi Keorganisaian dan Jaringan ada kegiatan:
· Ngaktifkan Blog (Warga-pgmi.blogspot.com)
· Ngaktifkan Group FB HMJ-PGMI (Hmj Pgmi IAIN Sunan Ampel)
· Mengaktifkan Kotak saran, menampung Aspirasi mahasiswa yang ditujukan untuk Jurusan PGMI dan HMJ=PGMI.
NB: Teman2 Mumpung Masih bisa duduk dibangku kuliyah, realisasikan kompetensi-mu.. dengan gabung dikegiatan HMJ-PGMI, untuk semua teman2 PGMI yg berminat mohon menghubungi KOSMA masing2 atau bisa ke koor masing2 Defisi.
CP Defisi Intelektual: Nyimas Julia Rahmah (083830101432)
CP Defisi kesenian: Faidah Nur Imamah (085745988983)
CP Defisi Kesehatan: Eko Hadi Susanto (087754141914)
CP Defisi keagamaan: Arif Musyafa’ (085732688745)
CP Defisi Jurnalistik: Nuril Fauzul Mukarromah (08563175846)
CP Organisasi dn jaringan: Siti Fathimah (083830218302)
Langganan:
Komentar (Atom)


